Something about the purpose of life

Hari ini, 15 Oktober 2018, 

Saya menengok lagi laman blog ini, sudah lama sekali tidak tersentuh, niatnya, dulu blog ini akan saya jadikan travel blog, karena saya suka sekali traveling, dan jujur, sejak post terakhir blog ini dibuat, saya sudah kemana-kemana, sudah bolak balik korea, bolang duo ke vietnam dan kamboja, sudah nonton coldplay dan pertandingan Arsenal di Singapur, judi di Genting Higlands sampai jalan-jalan backstreet di Bali dan pulau Nusa Ceningan, serta banyak trip-trip lainnya. Banyak hal yang saya mau ceritakan, tapi jujur, saya sendiri bingung kenapa saya tidak manfaatkan laman blog ini yang kubayar setiap tahun untuk domainnya... 

Dibalik semua cerita perjalanan saya, ada suatu hal yang sangat menganggu pikiran saya tentang tujuan saya hidup. They said that people in the age of 25-30s are highly possible to suffer the midlife crisis about the purpose of oneself life. hmm. that's me right now. 

Buat yang mengira saya ini anaknya adventurous dan berani, saya boleh koreksi kalau itu hanya half true. saya ga seberani itu dalam hidup saya, saya berani ketika resiko yang akan saya hadapi itu kecil atau nol. Solo trip ke korea saya berani ya jujur aja, karena saya sedikit bisa berbahasa korea, jadi ga takut nyasar kesana, apalagi dengan fasilitas transportasi publik yang super advance. 

Saya punya blog ini bukan untuk curhat, hampir ga pernah saya nulis nyeritain permasalahan pribadi maupun personal life saya, karena emang tujuannya hanya ingin menulis pengalaman traveling dan hal-hal lain yang berhubungan dengan knowledge/wawasan. 

Namun, saat ini, saya sedang berada diantara kegelisahan dipertengahan masa hidup saya and i am scared, like, a lot. Orang bilang, jalanin aja hidup kaya orang-orang pada umumnya, hm... tapi saya bukan orang pada umumnya. 

Setelah drama hubungan saya, saya makin insecure dengan hidup saya, hingga saya mempertanyakan, bahagia itu apa sih? beli barang branded? pernikahan mewah? nyicil mobil 3 taun? nabung buat sekolah anak? nyicil kpr 15 taun? 

gila, baru ditulis doang aja udah bikin saya ketakutan... 

jujur, banyak penyesalan yang terjadi 10 tahun belakangan hidup saya, pokoknya saya selalu mempertanyakan keputusan-keputusan yang sudah saya buat dan mempengaruhi hidup saya. "kenapa dulu ga gini, kenapa dulu ga gitu, and et cetera". 

Jangan salah, banyak juga yang saya syukuri kok "i made it to bla bla bla", yang ga bisa saya jelasin satu-satu. 

Namun, dari semua itu, saya masih merasa tidak memiliki tujuan hidup seperti orang-orang pada umumnya, padahal Ibu saya udah minta saya untuk hidup ga neko-neko sejak ayah saya meninggal, Ibu minta saya kuliah yang bener, kerja yang bener, berkeluarga, punya property, dll. I tried, i tried so hard to live life the way she want me to, and there's nothing wrong with that because that's normal people do. Saya punya temen kuliah yang berandalan banget, tapi abis lulus kuliah, kerja setaun langsung nikah dan sekarang udah dua anak aja. Sometimes (sometimes ya, not always), i want to live like that. But sampe sekarang, still, it doesn't fit me, at all. 

I am still living the way my parents want: have a stable job and trying to get married. and there's more after this: getting children, getting house loan, and etc. 

Puncak kegelisahan hidup saya itu beberapa minggu belakangan ini, everyone around me always talk about money and debt. 

Sebut saya A, alumni sebuah institut ternama di Bandung, bercerita kepada temannya tentang hutang dan cicilan yang tidak ada habisnya (rumah, kartu kredit dan lain-lain) padahal saya kira dengan posisi dan umur yang . Teman saya satu lagi, B, masih jauh lebih muda dari saya, harus membantu bayar cicilan motor adiknya, cicilan mobilnya sendiri, menebus hutang ayahnya di bank, dan lain-lain. Persamaan A & B adalah, mereka bekerja dan terlihat amat sangat mampu dari luar, masih sempat liburan untuk menghilangkan penat. Masih ada lagi teman saya C, D, E, F, G yang kehidupan sehari-harinya tidak jauh dari problem standar manusia normal di Indonesia saat ini (yang saya sebut di atas). 

Jujur, saya tidak bisa hidup seperti itu, saya adalah orang yang tidak suka ada beban di pundak saya,bukan berarti saya tidak suka susah, hellowww. 28 tahun saya hidup, 3/4 waktu hidup saya habiskan menjadi anak yatim dengan ibu berjuang bekerja sebagai single parent, berjuang masuk sekolah unggulan dengan segala kemewahan di dalamnya dan tutup mata saja karena tujuan saya membahagiakan Ibu, kalau saya tidak masuk sekolah bagus, saya sulit untuk masuk universitas bagus. Masuk UI udah, alhamdulillah, tapi pas abis pengumuman lolos, saya bingung, mau bayar pake apa itu uang masuk? HAHAHA. Alhamdulillah lagi, saya bisa survive sampai lulus dan sekarang sudah bekerja dengan nyaman. So, mungkin saya burn out, my mental drained and i just need a simple happiness without too much pressure and weight in my shoulder. 

Currently, i really want to live what i want to live and i don't wanna be that person who always scared about future and deaths, because that is me right now. Satu alasan besar untuk ga ambil cicilan jangka panjang seperti KPR adalah hutang berkepanjangan, selain beban finansial, saya merasa hal tersebut membatasi gerak saya untuk mencapi mimpi-mimpi lainnya, seperti ingin bolang, bekerja atau studi di luar negeri. and my fear getting bigger everday. 

But, i have to make sure that it's gonna be a good life, that's what my therapist said~ (lagunya bebe rexha dong haha). 

I hope in the near future, i will have a clear goal how i should live my life. 



XOXO,


0 comments